
Anak Kreatif dengan Coret-coret Tembok
Anak Kreatif dengan Coret-coret Tembok
Oleh: Novita Ratna A
Membuka
lagi buku-buku parenting. Membuat diri ini sebagai ibu madrasah utama dan
pertama bagi anak-anak merasa harus banyak evaluasi dan berbenah diri. Termasuk
mendampingi anak-anak dalam masa tumbuh kembangnya. Bagi para perempuan yang
sudah menajdi ibu, atau yang masih jomblowati perlu banyak memborong dan
mencari ilmu tentang pengasuhan.
Setelah
sekian tahun mendampingi anak-anak mungkin baru tersadar dan paham ternyata
anak-anak kita tak harus diperlakukan selayaknya orang dewasa. Anak-anak
memiliki dunianya sendiri. Bukan dunia orang dewasa. Tak perlu pemaksaan atas
perilaku anak-anak hingga menyulut emosi para ibu. Tak perlu berkata “harusnya
begini”, namun tumbuhkanlah perasaan suka untuk melakukannya.
Jangan
sampai ibu akhirnya melabeli anak dengan mudahnya. Mencap anak seenak lisan
ibu. Ah, betapa ngerinya padahal ucapan dari lisan ibu adalah doa. Sedikit saja
anak bersikap atau berperilaku tak sesuai harapan orang tuanya, lalu berkata
“kamu ini nakal”. Label dan cap kepada anak dengan kata-kata seperti itu sudah
lumrah dilakukan di masyarakat kita. Keluarga yang belum paham dan menyadari
bahwa dengan melabeli kata-kata demikian maka anak akan semakin kuat mengulangi
sikap yang sudah dia lakukan. Padahal belum tentu itu disebut sebagai kenakalan
si anak.
Misalnya
anak suka mencoret-coret tembok dinding area ruangan rumah. Setiap kali ada
dinding kosong anak berusaha memcari alat tulis dan menuangkan coretannya di
sana. Namun, karena kekurang pahaman si ibu, marahlah dan melarang anak
melakukan hal tersebut.
Pakar
parenting Miftakhul Jinan dalam bukunya “Alhamdulillah Anakku Nakal”, beliau
menjelaskan tentang penyebab anak suka mencoret-coret di tembok dari pada
di kertas atau buku:
1.
Anak-anak dengan daya fantasi dan
imajinasi yang membumbung tinggi. Menyebabkan anak akan menuangkan
kreativitasnya di tempat manapun yang dia suka.
2.
Tahapan perkembangan motorik anak,
baik itu motorik halus dan motorik kasar. Usia balita kesulitan untuk
menuangkan simbol-simbol angka, huruf di media yang sempit. Kertas atau buku
yang terbatas. Berbeda dengan anak usia sekolah dasar.
3.
Menuangkan imajinasi bagi anak tak
harus di planning secara rapi dan harus menunggu waktu yang tepat. Spontanitas
adalah ciri anak dalam menuangkan daya imajinasinya. Inilah yang mendorong anak
untuk memanfaatkan apa saja yang nampak olehnya.
4.
Ukuran gambar dan tulisan “abstrak”
yang cenderung besar-besar, disamping karena perkembangan motorik halus pada
anak, juga disebabkan karena anak merasa perlu hasil karyanya dilihat dan
diketahui oleh orang lain. Karena anak cenderung senang diperhatikan, dipuji
dan dihargai oleh orang sekitarnya.
5.
Menurut Neurolog, pada usia
anak-anak, perkembangan otak emosi jauh lebih awal dan cukup pesat daripada
otak rasional. Inilah yang menyebabkan tingkah laku kreatif pada anak lebih
berkembang dan tampak menonjol.
Anak dengan segala keunikannya , akan mendorong
kita untuk selalu belajar. Belajar memahami karakter anak secara utuh. Bahwa
setiap anak memiliki potensi unik serta kreativitasnya masing-masing. Termasuk
salah satunya adalah kreativitasnya mencoret-coret tembok. Tak perlu marah,
yang bisa mematikan daya imajinasi anak lewat coret-coret tembok.
Kita berikan respon positif kepada
anak atas kretaivitasnya. Respon positif menurut Miftakhul Jinan sebagai
berikut:
1.
Memfasilitasi aksi kreatif dengan
menyediakan papan tulis atau kertas lebar yang bisa di pasang di tembok sekitar
ruang “belajar” (bermain) anak beserta dengan alat tulisnya (bisa crayon,
spidol, stempel, dll)
2.
Terus mengawal anak hingga tuntas
perkembangan motoriknya. Salah satunya adalah dengan memberikan stimulus sesuai
dengan tahapan perkembangan secara optimal. Melatih dengan pendampingan orang
dewasa akan sangat membantu optimalisasi tumbuh kembang anak. Motorik kasar
misalnya dengan kegiatan bergulung, memanjat, berlari, dll. Sedangkan
melatih motorik halus anak bisa dengan kegiatan bermain pasir, plastisin, tanah
liat, playdough lempar tangkap bola, dll. Kegiatan motorik halus ini bertujuan
untuk melemaskan otot jari tangan.
3.
Setia mengingatkan anak terhadap
kebersihan dan keindahan tempat tinggal. Beri contoh nyata dengan mengajak anak
untuk melihat dan “menikmati” arena bermain yang ada di taman, arena game di
mall. Lantas beri kesempatan anak untuk membandingkannya dengan kondisi rumah
kita yang agak kotor karena coretan yang ada di dinding rumah kita.
4.
Ajarkan anak untuk disiplin mengambil
mainan atau alat “belajar” nya serta ingatkan untuk mengembalikan di tempatnya
semula.
5.
Hargai setiap karya anak. Berupa
apresiasi bisa pujian serta menempelkan hasil karyanya itu di tempat yang anak
sering berada dan semua anggota keluarga bisa melihatnya. Tentunya dengan
kesepakatan terlebih dahulu.
6.
Berilah contoh pada anak tentang
menuangkan ide melalui alat tulis, kertas, dan buku sebagai media
penyalurannya. Semisal, kegiatan sehari-hari kita seperti menulis di buku
harian, mencatat agenda hari esok di diary, atau mencatat pengeluaran belanja
di buku catatan belanja ibu. Hal ini akan menumbuhkan anggapan pada anak bahwa
tembok bukanlah media yang tepat untuk mencoret-coret.
Nah, itulah respon positif sebagai
solusi memfasilitasi anak agar kreativitasnya coret-coret tembok bisa diarahkan
dengan pendampingan orang tua. Memang mencoret-coret dinding tembok bagi anak
adalah perilaku yang wajar. Namanya juga anak-anak. Bukan orang dewasa.
Semua akan ada masanya. Yang
terpenting kita selalu mendampingi tumbuh kembang anak agar tak terlewat
sebelum masa anak itu pergi.
*Bahan bacaan: Jinan,
Miftakhul. 2011. Alhamdulillah Anakku Nakal. Sidoarjo, Filla Press