Dari Angan Menjadi Nyaman, Cerita Seorang Guru Memaknai Hari Pendidikan Nasional
Dari Angan Menjadi Nyaman, Cerita Seorang Guru Memaknai Hari Pendidikan Nasional
Oleh: Nufiyah Fakhrun Nisa’, S. Hum (Koordinator Tahfiz SDIT Permata)
Guru adalah sosok yang sangat saya kagumi sejak
kecil. Namun, tidak pernah terbersit sedikit pun bahwa saya akan menjadi salah
satu bagian dari mereka.
Sejak kecil, saya memang sangat senang berbagi
pengetahuan dengan teman, sering juga memerankan seorang guru saat bermain
dengan teman. Akan tetapi, dulu saya berfikir bahwa seorang guru harus
mempunyai kemampuan yang lebih dari orang lain.
Seorang
guru pun harus bisa bertanggungjawab untuk bisa mendidik siswa-siswanya dengan
baik. Karena alasan – alasan tersebut, saya merasa bahwa saya tidak mampu dan
tidak siap untuk menjadi seorang guru.
Saat kuliah, saya tidak bercita-cita untuk
menjadi guru. Namun, karena saya suka dengan pelajaran agama, dan hanya jurusan
tersebut yang banyak peluangnya bisa menerima saya akhirnya memilih jurusan
tersebut.
Di semester menjelang akhir karena mata kuliah
tinggal sedikit jadi banyak waktu yang longgar, maka sore harinya saya
manfaatkan untuk mengajar Taman Pendidikan Al-Qur’an (TPQ).
Selama setahun mengajar, saya pun mulai merasa
nyaman. Saya merasa menemukan dunia saya. Banyak rekan-rekan saling mendukung.
Saya pun mulai menerima takdir saya yang memang harus menjadi seorang guru.
Tidak lama kemudian kakak kos saya menawari
mengajar Al-Quran juga namun di pagi hari. Jadi sebelum berangkat kuliah ada
aktivitas mengajar di SMP Negeri.
Setelah lulus kuliah, saya pun mencari
kebeberapa Sekolah terdekat untuk bisa menjadi honorer. Namun, sangat sulit
sekali mendapatkan pekerjaan ini. Semua sekolah yang saya datangi tidak ada
lowongan. Saya pun tidak menyerah dan mencoba terus. Alhamdulillah ada tawaran lagi
untuk mengajar Al Quran di SMP Negeri jam 13.00 WIB.
Tidak lama kemudian Alhamdulillah tidak sengaja
ada pesan via WhatsApp
(WA) dari teman yang menginformasikan kalau ada lowongan untuk menjadi guru Al-Qur’an.
Akhirnya saya coba untuk mengirimkan surat lamaran pekerjaan.
Menjadi seorang guru saya merasakan kebahagiaan
tersendiri saat mengajar. Saya merasa senang saat mengajar. Segala beban yang
ada di pikiran saya seolah hilang seketika ketika saya bertemu dengan siswa -
siswisaya. Walaupun mereka terkadang membuat saya merasa kesal dan jengkel,
namun mereka semua sangat menyayangi saya dan selalu membuat saya bahagia.
Saya pun sangat menyayangi mereka. Menjadi guru
memang tidaklah mudah, namun jika dijalani dengan penuh keikhlasan semua
kelelahan tidak pernah terasa. Semua kelelahan yang saya rasakan tergantikan
dengan rasa kebehagiaan dan kebanggaan.
Dengan menjadi seorang guru, saya banyak belajar
pengalaman hidup, belajar lebih sabar, belajar lebih ikhlas dan belajar untuk
bisa memahami kekurangan oranglain.
Awalnya saya tidak percaya diri menjadi seorang
guru, saya takut tidak bisa memberikan yang terbaik untuk murid-murid saya, tidak
bisa menjadi teladan bagi siswa, tapi saya terus berusaha dan belajar dari
pengalaman orang lain, sehingga saya mulai menemukan kepercayaan diri bahwa
saya mampu.
Saya selalu berusaha memberikan yang terbaik
bagi siswa-siswi saya. Walaupun apa yang saya lakukan belum maksimal, tapi saya
berharap semoga apa yang sudah saya berikan kepada siswa – siswi saya dapat bermanfaat dan berguna bagi mereka di masa
depan.
Untuk para pejuang pendidikan ada pesan
dari KH. Dimyati Rois memaknai peran guru di peringatan Hari Pendidikan
Nasional kali ini. Jika Anda menjadi guru hanya sekedar transfer pengetahuan,
akan ada masanya dimana Anda tidak lagi dibutuhkan, karena Google lebih cerdas
dan lebih tahu banyak hal daripada Anda.
Namun
jika Anda menjadi guru juga mentransfer adab, ketaqwaan dan keikhlasan, maka
Anda akan selalu dibutuhkan, karena Google tidak memiliki semua itu.***