Artikel


Kalender

Desember 2024

Mg Sn Sl Rb Km Jm Sb
1 2 3 4 5 6 7
8 9 10 11 12 13 14
15 16 17 18 19 20 21
22 23 24 25 26 27 28
29 30 31

Profil YPIP Surabaya


Program PPQ SMPIT Permata


Eksplorasi Tafsir Al-Quran: Peran Nilai-Nilai Akidah dalam Al-Quran Terhadap Pembentukan Karakter Generasi Muda


Eksplorasi Tafsir Al-Quran: Peran Nilai-Nilai Akidah dalam Al-Quran

Terhadap Pembentukan Karakter Generasi Muda

Oleh: M. Hafidz Ilham Rosyadi

FITK Prodi PAI UIN Malang


Al-Qur'an, sebagai kitab suci dalam agama Islam memiliki peran yang sangat penting dalam membentuk karakter dan nilai-nilai akidah umat Muslim. Kitab suci ini bukan hanya merupakan panduan dalam beribadah, tetapi juga menyiratkan ajaran-ajaran moral dan etika yang mendalam. Oleh karena itu, dalam eksplorasi tafsir Al-Qur'an ini, kita akan menggali kontribusi nilai-nilai akidah yang terkandung dalam Al-Qur'an terhadap pembentukan karakter individu dan masyarakat. 

Dalam konteks ini, kita akan menjelajahi bagaimana ajaran-ajaran Al-Qur'an memengaruhi perilaku, sikap, dan tindakan manusia, serta bagaimana nilai-nilai akidah tersebut menjadi landasan yang kokoh bagi pengembangan karakter yang baik dalam pandangan Islam. Dalam tulisan ini, kita akan membahas konsep akidah, relevansinya dengan karakter, dan bagaimana pemahaman tafsir Al-Qur'an dapat membantu menguatkan dan merajut hubungan erat antara akidah dan karakter dalam kehidupan sehari-hari. Semua ini bertujuan untuk lebih memahami peran Al-Qur'an dalam membentuk karakter yang kokoh dan moral yang diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.


Dalam ajaran Islam, terdapat sebuah prinsip penting yang menggarisbawahi peran taqwa dalam membentuk karakter individu dan masyarakat. Ayat di beberapa halaman akhir surah Al-Baqarah (وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَۖ وَیُعَلِّمُكُمُ ٱللَّهُۗ وَٱللَّهُ بِكُلِّ شَیۡءٍ عَلِیمࣱ) menekankan perlunya meningkatkan taqwa kepada Allah sebagai langkah pertama dalam memperoleh pengetahuan atau ilmu. Ini menggambarkan bahwa taqwa harus didahulukan daripada ilmu.

Ciri orang bertaqwa mencakup dua aspek penting, yaitu adab kepada Allah dan adab kepada sesama makhluk. Adab kepada Allah mencakup berbagai tindakan baik, seperti menata bangun, beristighfar, mengelola keuangan dengan etika yang baik, selalu yakin atas kemahakuasaan Allah Ta'ala atas segala sesuatu. Hal ini tecermin dalam Surat Adz-Dzariyat ayat 15 - 23 (إِنَّ ٱلۡمُتَّقِینَ فِی جَنَّـٰتࣲ وَعُیُونٍ). Selain itu, adab kepada sesama makhluk melibatkan perilaku baik terhadap orang lain, seperti berinfak saat dalam keadaan lapang atau sempit, memaafkan kesalahan orang lain. Sebagaimana disebutkan dalam pertengahan juz 4 pada Surah Ali Imran ayat 134 (الذين ينفقون في السراء و الضراء).

Mengapa adab didahulukan daripada ilmu? Karena adab adalah sikap moral yang membimbing perilaku, dan ketika seseorang memiliki pengetahuan tanpa adab yang baik, dampaknya bisa lebih merusak daripada yang tidak memiliki pengetahuan. Contoh nyata adalah korupsi, yang sering kali melibatkan individu berilmu, tetapi tanpa adab yang baik.

Oleh karena itu, dalam ajaran Islam, adab didahulukan sebelum ilmu. Hal ini karena adab merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari ilmu, dan penekanan pada adab disebutkan secara khusus untuk membedakan antara ilmu yang membawa nilai-nilai etika (adab) dan ilmu dalam makna umum. Para ulama menyebut prinsip ini  dengan الأدب فوق العلم.  Dengan cara ini, Islam mengajarkan pentingnya karakter yang baik sebagai landasan bagi pertumbuhan pengetahuan yang bermanfaat. 

Ruang lingkup pembahasan akhlak ini sangatlah luas karena mencakup seluruh bagian kehidupan manusia, mulai dari bagian hubungan manusia kepada Allah, akhlak kepada diri sendiri, dan akhlak terhadap orang lain. (La Iba, 2017: 142). Dalam QS. Luqman ayat 13-19 telah dijabarkan secara garis besar terkait pendidikan akhlak yang dalam pembahasan QS. Luqman termaktub cara Luqman dalam mendidik putranya. Pendidikan tersebut meliputi:

1.     Akhlak kepada Allah Swt.

Nasihat pertama yang disampaikan Luqman kepada anaknya adalah terkait keimanan kepada Allah, yakni dengan kalimat, “Wahai anakku, janganlah kamu menyekutukan Allah.” Luqman adalah anak Anqa ibnu Sadun, memiliki seorang putra bernama Saran, menurut sebuah riwayat yang disampaikan oleh Imam Baihaqi. Allah Subhanahu wa Ta'ala berbicara tentang Luqman dengan penuh pujian, memberikan kebijaksanaan padanya. Luqman memberikan nasihat kepada putranya yang sangat dicintainya dengan berbagi pengetahuan terdalam dari hatinya.

Oleh karena itu, nasihat pertama yang diberikan kepada putranya adalah pentingnya menyembah Allah semata, menjauhi penyekutuan dengan-Nya, dengan menekankan bahwa menyekutukan Allah merupakan kezaliman besar seperti yang dinyatakan dalam Luqman: 13, "إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ."  (Ibnu Katsir, 1998: 300) Diriwayatkan bahwa putra Luqman dahulu ini adalah orang kafir. Lalu, setelah mendengar nasehat dari Luqman terkait larangan menyekutukan Allah, ia lantas memeluk Islam (Al-Mahalli dan As-Suyuthi, tt: 541)

Jika kita memperhatikan lebih teliti lagi, pada ayat tersebut, Luqman memanggil anaknya dengan panggilan “wahai anakku.” Ahmad Musthofa dalam tafsirnya Al-Maroghi menafsirkan bahwa panggilan Luqman dengan panggilan “wahai anakku” ini menunjukkan betapa belas kasihan dan cintanya Luqman kepada anaknya. (Ahmad Musthofa Al-Maroghi, 1974: 153)


2.     Akhlak kepada kedua Orang Tua

Setelah Luqman menasihatkan kepada anaknya agar tidak menyekutukan Allah, yang perlu ditekankan adalah nasihat agar putranya berbakti kepada kedua orang tua. Kalau kita memperhatikan, Allah sering menggandengkan perintah untuk menyembah-Nya dengan perintah untuk berbakti kepada orang tua, seperti dalam QS. Al-Isra’: 23 dan QS. Al- An’am: 151. Hal ini menunjukkan bahwa betapa pentingnya akhlak kepada kedua orang tua, hingga menempati posisi kedua setelah perintah menyembah Allah. Bahkan, apabila kedua orang tua yang memiliki keyakinan agama berbeda dengan Islam mengajak untuk menyekutukan Allah, kita harus menjaga keyakinan akidah kita agar tetap dengan keimanan kepada Allah dengan tidak mengikuti agama mereka. Namun, di samping itu, kita diharuskan untuk mempertahankan sikap penuh kasih dan penghormatan kepada kedua orang tua, yakni dengan melakukan kebaikan kepada mereka selama di dunia ini. (Ibnu Katsir, 1998: 300)

3.     Akhlak Terhadap Diri Sendiri

Nasihat Luqman mengenai amal saleh berkaitan dengan pendidikan kepada anaknya tentang konsekuensi dari perbuatan. Dalam konteks ini, Al-Qur'an menunjukkan salah satu mukjizatnya, yaitu Allah menganggap amal manusia sekecil biji sawi. Terlepas dari seberat apa pun amal baik atau buruk itu, Allah tetap memperhatikannya, bahkan jika amal tersebut tersembunyi dalam tempat yang tidak terlihat seperti dalam batu besar, di tempat tinggi seperti langit, atau di tempat terendah seperti bumi. Dalam hal ini, Allah akan memberikan balasan yang sesuai, baik itu berupa balasan yang baik jika amalnya baik, atau balasan yang buruk jika amalnya buruk. Selanjutnya, Luqman memberi beberapa nasihat yang masih berkaitan dengan akhlak terhadap diri sendiri.

Pertama, shalat memiliki peran penting dalam memperkuat diri dan memperdalam hubungan dengan Allah. Ini juga berfungsi untuk menguatkan rasa syukur terhadap nikmat dan perlindungan yang diberikan Allah. Oleh karena itu, shalat harus dilakukan dengan penuh khusyuk sesuai dengan tuntunan yang Allah ridhai. Melalui shalat, kita mencari keridhaan Allah dan menghindari perbuatan dosa. Selain sebagai ibadah kepada Allah, shalat juga merupakan cara untuk mencapai kedamaian dan ketenteraman. Oleh karena itu, dalam mendidik anak-anak, kita harus lebih dari sekadar menyuruh mereka shalat, tetapi juga mengajarkan mereka untuk menjauhi perbuatan dosa sebagai bentuk rasa nyaman dan tentram dalam ketaatan kepada Allah.

Kedua, amar ma'ruf nahyi mungkar, yaitu mendorong anak untuk berbuat baik sesuai dengan ajaran agama dan mencegah perbuatan yang dilarang. Hal ini adalah pendidikan penting agar anak bisa berperan aktif dalam berbuat kebaikan sesuai dengan nilai-nilai agama. Amar ma'ruf adalah ajakan untuk membawa kesadaran dan perubahan yang lebih baik, baik secara individu maupun sosial.

Ketiga, mendidik anak untuk bersikap sabar adalah penting agar mereka memiliki stabilitas emosional. Ini memungkinkan mereka untuk menghadapi cobaan dengan sabar, tidak putus asa saat menghadapi kegagalan atau kesulitan. Sabar merupakan aspek penting dalam pendidikan anak.

4.     Akhlak kepada Orang Lain

Nasihat selanjutnya yang diberikan Luqman kepada anaknya adalah tentang muamalah, yaitu cara berhubungan dengan sesama manusia dan lingkungan sekitar. Ayat-ayat dalam Surat Luqman, yaitu ayat 18-19, mengandung pesan mengenai etika dan sopan santun dalam berinteraksi dengan sesama manusia. Al-Qur'an memberikan banyak panduan yang mencakup berbagai aspek, termasuk informasi, perintah, dan larangan terkait perlakuan terhadap sesama manusia. Al-Qur'an menekankan bahwa setiap individu seharusnya diperlakukan dengan adil karena di mata Allah, semua manusia adalah sama dan setara. Hanya iman dan takwa yang membedakan derajat manusia di hadapan-Nya (M. Quraish Shihab: 194). Selanjutnya, Luqman memberi beberapa nasihat yang masih berkaitan dengan akhlak terhadap orang lain.

Pertama, ia menekankan agar tidak memalingkan muka saat berbicara dengan orang lain, karena hal itu adalah tanda sombong dan meremehkan. Sebaliknya, kita diperintahkan untuk berbicara dengan muka yang berseri dan gembira tanpa rasa sombong.

Kedua, Luqman menasihatkan untuk tidak berjalan di bumi dengan angkuh dan menyombongkan diri karena sikap demikian cenderung menunjukkan keangkuhan. Sebaliknya, berjalanlah dengan sikap sederhana, yang mencerminkan rasa rendah hati. Firman Allah Ta'ala yang berbunyi, "Dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh," menekankan pentingnya untuk tidak bersikap angkuh ketika berjalan. Kata "مرحا" dalam ayat ini mengandung makna kesombongan dan keangkuhan. Dalam ilmu nahwu, kata ini digunakan sebagai mashdar dalam posisi hal. kata ”مرحا” menjelaskan makna berjalan dengan semangat dan bangga diri, yakni secara sembrono tanpa tujuan yang jelas atau tanpa alasan yang tepat. Orang yang berperilaku seperti ini cenderung memiliki sifat sombong dan angkuh, terutama dalam cara mereka berjalan. (Al-Qurthubi, 2006: 482)

Ketiga, Allah tidak menyukai orang yang angkuh, merasa kagum pada diri sendiri, dan bersikap sombong terhadap orang lain. Hal ini mengacu pada sikap mukhtal dan fakhur, yang mencerminkan kesombongan dalam tingkah laku dan ucapan.

Keempat, Luqman menasihatkan untuk mengurangi kekerasan suara dan cara bicara yang berlebihan. Sikap yang lebih tenang dan berwibawa dalam berbicara lebih mudah diterima oleh orang lain. Semua nasihat ini menunjukkan pentingnya rendah hati, sikap sederhana, dan komunikasi yang baik dalam berinteraksi dengan sesama.

·       Penerapan Ajaran Luqman untuk Generasi Muda

Dalam dunia yang makin modern dan terkoneksi, generasi muda dihadapkan pada sejumlah permasalahan yang membutuhkan panduan moral dan etika dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Penulis akan mengeksplorasi bagaimana ajaran Luqman, seperti yang telah dibahas sebelumnya, dapat menjadi solusi bagi permasalahan-permasalahan ini. Mari kita mulai dengan melihat beberapa permasalahan yang dihadapi generasi muda saat ini. Beberapa permasalahan yang dihadapi generasi muda saat ini:

1.   Krisis Nilai-Nilai Keislaman

Generasi muda sering menghadapi tantangan dalam menjaga nilai-nilai Islam di tengah lingkungan yang cepat berubah. Ajaran Luqman tentang akhlak kepada Allah dan menjauhi penyekutuan Allah memberikan landasan kuat dalam menghadapi krisis nilai-nilai ini dan memperkuat iman.

 

2. Konflik dengan Orang Tua

Permasalahan konflik antara generasi muda dan orang tua sering kali muncul. Pesan Luqman tentang berbakti kepada kedua orang tua adalah solusi penting untuk membangun harmoni dalam hubungan keluarga dan mengatasi konflik tersebut.

 

3. Berakhlak Saat Bermedsos

 Generasi muda cenderung terperangkap dalam identitas digital. Pesan Luqman mengenai akhlak terhadap diri sendiri dan menjauhi perbuatan dosa adalah kunci untuk menjaga etika online dan membangun identitas digital yang sehat.

 

4. Pengaruh Media Sosial

Ajaran Luqman tentang komunikasi yang baik dan rendah hati dapat membantu generasi muda menghindari efek negatif media sosial dan menjaga kesehatan mental dalam dunia yang sering kali penuh tekanan dan perbandingan sosial. Di antaranya adalah:

a.     Menghindari ghibah (bergosip): Ajaran Luqman juga mengajarkan untuk menghindari ghibah, yaitu berbicara buruk tentang orang lain di belakang mereka. Di media sosial, ghibah sering terjadi dalam bentuk berbagai komentar negatif dan tuduhan tanpa dasar. Luqman mengingatkan untuk menjauhi praktik-praktik ini dan berbicara dengan baik tentang orang lain.

b.     Menjaga kesehatan mental: Luqman juga mendorong generasi muda untuk menjaga kesehatan mental mereka. Media sosial dapat menjadi tempat, di mana tekanan sosial dan perbandingan dapat merusak kesehatan mental. Ajaran Luqman mengajarkan pentingnya berpikir positif, menjaga keseimbangan dalam hidup, dan menghindari praktik-praktik yang dapat merusak kesehatan mental.

                                                               

5.   Kesenjangan Sosial dan Kepedulian Sosial

Generasi muda sering berjuang untuk mengatasi kesenjangan sosial dan ingin berkontribusi pada perubahan positif di masyarakat. Pesan Luqman tentang berinteraksi dengan sopan santun dan adil terhadap sesama manusia, serta amar ma'ruf, memberikan arahan untuk berperan aktif dalam memerangi ketidaksetaraan sosial.

Dengan mengambil inspirasi dari ajaran Luqman, generasi muda dapat menghadapi permasalahan mereka dengan lebih baik. Mengintegrasikan akhlak dan nilai-nilai ini dalam kehidupan sehari-hari akan membantu mereka menjadi individu yang bermartabat, menjaga keseimbangan dalam era digital, dan berkontribusi positif dalam masyarakat.

 

Daftar Pustaka

Katsir, Ibnu. (1998). Tafsir Al-Qur’an Al-Adzim. Jiid. 6 Cet. l, Beirut: Dar Al-Kotob Al-Ilmiyah.

 

Al-Qurthubi. (2006). Al- Jami’ Al- Ahkam Al-Qur’an, Jilid. 16, Cet. 1, Beirut: Al-Risalah.

 

Al-Mahalli, Jalaluddin. As-Suuyuthi, Jalaluddin. (TT) Tafsir Jalalain, Beirut: Darul Ma'rifah,

Al-Maraghi, Ahmad Mustafa, (1974) Tafsir al-Maraghi, Juz. 21, diterjemahkan oleh Bahrun Abu Bakar, dkk. Mesir: Mustafa al-Babi al-Halabi.

 

Shihab, M. Quraish, (1996), Membumikan Al-Qur‟an, Fungsi dan Peran Wahyu Dalam Kehidupan Masyarakat, Bandung: Mizan.

 

Iba, L. (2017). Konsep Pendidikan Akhlak Dalam Al-Qur’an (Kajian Tafsir Surat Luqma> N Ayat 12-19). al-Iltizam: Jurnal Pendidikan Agama Islam, 2(2), 128-145.

 

 

 

Cari